Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us

Kamis, 24 Maret 2011

Isu Nuklir di tengah krisis energi

Diposting oleh Andre Mahendra



Pembicaraan mengenai keamanan, baik di tingkat nasional, internasional, maupun global, tidak pernah terlepas dari permasalahan persenjataan atau arms. Secara tradisional, studi mengenai keamanan dalam politik internasional selalu dikaitkan dengan militer sebagai institusi yang memonopoli kekuatan bersenjata. Pada masa Perang Dingin, aspek keamanan militer mendapatkan

perhatian paling besar, terutama karena adanya ancaman perang nuklir. Meskipun pada era pasca-Perang Dingin keamanan tidak lagi diidentikkan dengan militer semata, isu persenjataan tetap menjadi perhatian aktor-aktor hubungan internasional, baik aktor negara maupun aktor non-negara.

Samurai nuklir Fukushima 3

Samurai nuklir Fukushima 1

Hal ini terlihat dari berlanjutnya signifikansi penggunaan kekuatan militer dalam hubungan antarnegara, misalnya dalam invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Isu senjata nuklir sebagai bagian dari sistem pertahanan negara kembali mengemuka meskipun sempat tenggelam dengan berakhirnya Perang Dingin yang dipandang oleh banyak pihak sebagai titik balik studi keamanan internasional.

Hal ini terlihat dari ketegangan yang timbul akibat pengembangan teknologi nuklir Korea Utara dan Iran yang sempat menjadi ‘isu panas’ dalam hubungan internasional dan dipandang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia. Berbicara tentang nuklir, terdapat beberapa aktor yang selalu melibatkan diri, yaitu AS dan Rusia (sebagai pewaris Uni Soviet), dua negara pertama di dunia yang memiliki dan mengembangkan senjata nuklir. Keduanya memiliki sejarah panjang dalam kepemilikan, pengembangan, perlombaan, hingga pembatasan senjata nuklir, bahkan sempat berbagi sejarah dalam hal tersebut, yaitu dalam rivalitas era Perang Dingin yang berakhir tujuh belas tahun yang lalu. Belakangan ini, isu senjata nuklir kembali mengemuka di antara kedua negara sehingga hubungan di antara keduanya dikabarkan menegang. Ketegangan tersebut dipicu oleh rencana pembangunan sistem pertahanan misil atau missile defense-system AS di beberapa negara di wilayah Eropa Timur yang dulunya merupakan wilayah pengaruh dan kepentingan Uni Soviet. Rusia, yang memandang hal tersebut sebagai ancaman bagi wilayahnya, menentang keras rencana tersebut. Akan tetapi, AS terus melanjutkan rencananya, bahkan telah bernegosiasi dan mencapai kesepakatan dengan beberapa negara Eropa Timur untuk membangun sistem pertahanan misilnya, antara lain dengan Polandia dan Republik Ceko. Rusia yang tidak tinggal diam kemudian merencanakan berbagai kontra-aksi, di antaranya adalah pengarahan rudal-rudalnya ke Ukraina yang merupakan sekutu AS. Perkembangan ini semakin memperburuk hubungan AS-Rusia sehingga banyak pihak menyatakan bahwa hubungan Rusia dan AS/Barat saat ini berada pada titik terlemah sejak runtuhnya Uni Soviet dan Perang Dingin. Media massa Eropa bahkan memandangnya sebagai Perang Dingin kedua yang berpotensi memicu terjadinya perang dunia ketiga.


Keadaan ini semakin diperumit oleh isu-isu lain yang berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan hubungan dan perimbangan kekuatan kedua negara besar tersebut, antara lain kemerdekaan Kosovo dari Serbia (yang ditentang Rusia namun didukung oleh AS dan negara-negara Uni Eropa), isu nuklir Iran, perluasan NATO ke Eropa Timur (North Atlantic Treaty Organization), perluasan Uni Eropa, serta kompetisi untuk meraih posisi hegemon global di antara AS dan China. Dengan kata lain, isu ini pada dasarnya kental akan unsur politis atau dalam kata-kata Buzan, normal politics, namun mengandung elemen politik keamanan (security politics). Isu ini sangat menarik untuk dikaji karena beberapa alasan. Yang pertama, isu ini melibatkan aktor-aktor yang paling kuat di dalam sistem internasional, di mana struktur interaksi di antara keduanya membentuk pola interaksi di antara seluruh negara lain di dalam sistem, termasuk Indonesia. Yang kedua, isu ini menggambarkan masih sangat relevannya isu keamanan tradisional yang untuk beberapa waktu seakan tenggelam seiring dengan berkembangnya isu-isu keamanan baru seperti keamanan ekonomi, sosial-budaya, individu, dan lingkungan. Yang ketiga, isu ini dapat menjadi contoh yang baik untuk memperlihatkan proses re-sekuritisasi isu yang telah menjadi permasalahan klasik dalam studi keamanan internasional, yang juga telah menuai berbagai kritik tajam dan kontroversi, yaitu persenjataan nuklir. Yang terakhir, isu ini merepresentasikan isu keamanan tradisional yang relevan sebagai isu keamanan global karena sifat dan potensi dampak yang terkandung di dalamnya. Pembangunan sistem pertahanan misil AS di Eropa Timur mengandung beberapa aspek permasalahan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu aspek politik dan aspek keamanan. Keduanya sering dicampur-adukkan, namun sebenarnya memiliki perbedaan yang mendasar. Dari segi politik, pembangunan sistem pertahanan misil AS di Eropa Timur memiliki implikasi bagi perimbangan power di antara AS dan Rusia yang juga memiliki kepentingan strategis di Eropa Timur. Rencana tersebut, jika berhasil dilaksanakan, akan semakin mempertegas hegemoni global AS dalam bidang militer, yaitu melalui penanaman pengaruh di beberapa negara Eropa Timur yang pernah menjadi wilayah kepentingan dan pengaruh Uni Soviet (yang kemudian diwarisi oleh Rusia).

Akan tetapi, hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan dan ketegangan dalam hubungan kedua negara, yang tentunya akan berpengaruh terhadap negara-negara lain yang memiliki hubungan dengan keduanya, termasuk Indonesia. Dengan kata lain, dari aspek politik, isu ini dapat memunculkan kekangan-kekangan baru bagi negara-negara dalam sistem internasional, terutama bagi negara dengan power kecil yang memiliki marjin pilihan kebijakan yang terbatas. Dari segi keamanan, pembangunan sistem pertahanan misil AS di Eropa Timur ini dapat memicu terjadinya bencana kemanusiaan yang sangat ditakutkan, yaitu perang nuklir di antara AS dan Rusia. Meskipun banyak pihak meragukan terjadinya hal tersebut (dengan kata lain, banyak pihak tidak menganggapnya sebagai ancaman eksistensial), isu ini telah menghadirkan persepsi ketidakamanan di komunitas internasional, baik dari kaca mata negara maupun individu di dalamnya, yang khawatir bahwa ketegangan di antara AS dan Rusia akan mengarah pada perang dunia ketiga yang akan memusnahkan nilai-nilai yang dijaga oleh negara dan masyarakat di dalamnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Andre Mahendra Facebook